Ekonomi dunia makin terkonvergensi akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang melintasi batas-batas negara. Pebisnis berkepentingan dengan perkembangan ekonomi dunia dan perannya menjadi taruhan dalam menjamin daya saing ekonomi negara. Globalisasi ekonomi tidak terbendung dan sempat melahirkan sistem ekonomi baru yang mengandalkan pengetahuan dan inovasi sebagai sumber keunggulan kompetitif. Ekonomi baru tersebut didominasi masyarakat negara maju atau, yang disebut Peter F. Drucker, masyarakat Paska Kapitalis. Untuk itu, konsep empowerment menjadi penting dalam manajemen untuk menghasilkan tenaga kerja berpengetahuan.
Ekonomi Baru yang Sarat Pengetahuan/TI
Ekonomi global tidak terbatas pada perdagangan internasional dan investasi asing tetapi lebih luas mencakup pertukaran informasi dan uang. Unsur pengetahuan mengambilalih peran sumber daya alam, tenaga kerja, dan teknologi. Drucker dalam bukunya Toward the Next Economics (2010) menyatakan bahwa The Next Economics menekankan unsur ‘kemanusiaan’ dan ‘ilmu.’ Unsur-unsur ini berurusan dengan pertukaran informasi pada skala global, sehingga para pakar ekonomi memberi atribut baru bagi ekonomi dunia, yakni ekonomi berbasis pengetahuan.
Kendati setiap ekonomi berpeluang sama untuk mengembangkan kapasitas pengetahuan, perubahan ekonomi dunia merupakan tantangan bagi negara berkembang, seperti Indonesia, yang ‘miskin’ akan kegiatan-kegiatan yang padat pengetahuan. World Bank Institute (World Development Report, 1998) menunjukkan adanya peningkatan perbedaan teknologi, ilmu pengetahuan, dan digital antara negara-negara maju, yang terus mengeksploitasi pengetahuan, ilmu, dan teknologi bagi perbaikan ekonomi, dan negara-negara kurang maju (dan daerah-daerah kurang maju dalam negara) yang tidak berpartisipasi secara tepat dalam revolusi [ekonomi pengetahuan].
Teknologi informasi (TI) tidak terpisah dengan pengetahuan, mengingat teknologi sendiri bersifat padat pengetahuan. Berkat kemajuan pengetahuan dan inovasi, TI bisa berkembang. Sebaliknya, TI mempemudah penyebaran informasi yang berdampak pada perluasan pengetahuan dan inovasi. Maka, ekonomi pengetahuan berdampak pada kegiatan bisnis untuk makin mengandalkan pengetahuan dan informasi/TI.
Berbagai sarana manajemen yang berfokus pada nilai tambah, seperti customer services dengan pendekatan customer value, benchmarking, dan economic value-added analysis diterapkan perusahaan-perusahaan global. Banyak perusahaan global pun memanfaatkan internet dan TI untuk menerapkan sistem manufacturing yang sarat TI; menyampaikan dan menerima informasi pasar secara instan dan bisa memotong jalur distribusi, sehingga menjamin penghematan, efisien, harga murah bahkan lebih responsif terhadap pelanggan.
Perlunya Pembenahan Manajemen dan Sikap Kerja
Kemajuan pengetahuan dalam bisnis berdampak pada manajemen SDM. Dalam hal emploimen, perusahaan berupaya mempekerjakan tenaga kerja dengan kapasitas pemikiran tercerdas dan terbaik. Tenaga kerja harus memiliki kualifikasi pendidikan tinggi dengan tingkat pengetahuan spesialis. Perusahaan berbasis pengetahuan ini menciptakan hubungan manajerial dan kerja yang bersifat kemitraan daripada hubungan antara ‘bos’ dan ‘bawahan.’ Organisasi perusahaan tidak lagi mengenal hubungan manajerial dengan sistem komando dan power, tetapi pada wewenang dan tanggung jawab yang bersifat individual untuk mengekspresikan pengetahuan masing-masing demi tujuan bersama.
Untuk itu, empowerment yang mengandung unsur demokrasi industrial dalam organisasi berperan untuk mengisi kebutuhan manajemen dan bisnis berbasis pengetahuan. Dengan empowerment, perusahaan dapat mengembangkan SDM berpengetahuan. Namun empowerment tidak perlu disalahtafsirkan akan menggeser peran pimpinan dalam organisasi tetapi lebih pada pemberian “tanggung jawab” kepada setiap karyawan.
Di era persaingan global, para pebisnis kita harus memiliki usaha “lebih” untuk mengejar kemajuan. Manajemen harus membenahi sikap kerja yang bersedia mengambil tanggung jawab lebih besar melalui penerapan perangkat empowerment. Pekerja bermodal sikap kerja dan mentalitas positif memiliki potensi untuk mengembangkan diri sebagai tenaga kerja berpengetahuan, berkualitas, dan berkompetensi untuk menciptakan daya saing bisnis. Dengan demikian, pebisnis memberi konten pengetahuan bagi perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap pergerakan bisnis yang sangat cepat. Tanpa upaya ke arah itu, pebisnis kita akan sulit memanfaatkan informasi beserta teknologi dan menghasilkan berbagai inovasi dan kreativitas.
Bahasan mendetil dapat dibaca pada
Ronald Nangoi,
Empowerment: Pengembangan Demokratisasi Bisnis
Cet-1-Jakarta
Pustaka Sinar Harapan 2015
ISBN: 978-979-416-970-4
Ekonomi Baru yang Sarat Pengetahuan/TI
Ekonomi global tidak terbatas pada perdagangan internasional dan investasi asing tetapi lebih luas mencakup pertukaran informasi dan uang. Unsur pengetahuan mengambilalih peran sumber daya alam, tenaga kerja, dan teknologi. Drucker dalam bukunya Toward the Next Economics (2010) menyatakan bahwa The Next Economics menekankan unsur ‘kemanusiaan’ dan ‘ilmu.’ Unsur-unsur ini berurusan dengan pertukaran informasi pada skala global, sehingga para pakar ekonomi memberi atribut baru bagi ekonomi dunia, yakni ekonomi berbasis pengetahuan.
Kendati setiap ekonomi berpeluang sama untuk mengembangkan kapasitas pengetahuan, perubahan ekonomi dunia merupakan tantangan bagi negara berkembang, seperti Indonesia, yang ‘miskin’ akan kegiatan-kegiatan yang padat pengetahuan. World Bank Institute (World Development Report, 1998) menunjukkan adanya peningkatan perbedaan teknologi, ilmu pengetahuan, dan digital antara negara-negara maju, yang terus mengeksploitasi pengetahuan, ilmu, dan teknologi bagi perbaikan ekonomi, dan negara-negara kurang maju (dan daerah-daerah kurang maju dalam negara) yang tidak berpartisipasi secara tepat dalam revolusi [ekonomi pengetahuan].
Teknologi informasi (TI) tidak terpisah dengan pengetahuan, mengingat teknologi sendiri bersifat padat pengetahuan. Berkat kemajuan pengetahuan dan inovasi, TI bisa berkembang. Sebaliknya, TI mempemudah penyebaran informasi yang berdampak pada perluasan pengetahuan dan inovasi. Maka, ekonomi pengetahuan berdampak pada kegiatan bisnis untuk makin mengandalkan pengetahuan dan informasi/TI.
Berbagai sarana manajemen yang berfokus pada nilai tambah, seperti customer services dengan pendekatan customer value, benchmarking, dan economic value-added analysis diterapkan perusahaan-perusahaan global. Banyak perusahaan global pun memanfaatkan internet dan TI untuk menerapkan sistem manufacturing yang sarat TI; menyampaikan dan menerima informasi pasar secara instan dan bisa memotong jalur distribusi, sehingga menjamin penghematan, efisien, harga murah bahkan lebih responsif terhadap pelanggan.
Perlunya Pembenahan Manajemen dan Sikap Kerja
Kemajuan pengetahuan dalam bisnis berdampak pada manajemen SDM. Dalam hal emploimen, perusahaan berupaya mempekerjakan tenaga kerja dengan kapasitas pemikiran tercerdas dan terbaik. Tenaga kerja harus memiliki kualifikasi pendidikan tinggi dengan tingkat pengetahuan spesialis. Perusahaan berbasis pengetahuan ini menciptakan hubungan manajerial dan kerja yang bersifat kemitraan daripada hubungan antara ‘bos’ dan ‘bawahan.’ Organisasi perusahaan tidak lagi mengenal hubungan manajerial dengan sistem komando dan power, tetapi pada wewenang dan tanggung jawab yang bersifat individual untuk mengekspresikan pengetahuan masing-masing demi tujuan bersama.
Untuk itu, empowerment yang mengandung unsur demokrasi industrial dalam organisasi berperan untuk mengisi kebutuhan manajemen dan bisnis berbasis pengetahuan. Dengan empowerment, perusahaan dapat mengembangkan SDM berpengetahuan. Namun empowerment tidak perlu disalahtafsirkan akan menggeser peran pimpinan dalam organisasi tetapi lebih pada pemberian “tanggung jawab” kepada setiap karyawan.
Di era persaingan global, para pebisnis kita harus memiliki usaha “lebih” untuk mengejar kemajuan. Manajemen harus membenahi sikap kerja yang bersedia mengambil tanggung jawab lebih besar melalui penerapan perangkat empowerment. Pekerja bermodal sikap kerja dan mentalitas positif memiliki potensi untuk mengembangkan diri sebagai tenaga kerja berpengetahuan, berkualitas, dan berkompetensi untuk menciptakan daya saing bisnis. Dengan demikian, pebisnis memberi konten pengetahuan bagi perusahaan untuk menyesuaikan diri terhadap pergerakan bisnis yang sangat cepat. Tanpa upaya ke arah itu, pebisnis kita akan sulit memanfaatkan informasi beserta teknologi dan menghasilkan berbagai inovasi dan kreativitas.
Bahasan mendetil dapat dibaca pada
Ronald Nangoi,
Empowerment: Pengembangan Demokratisasi Bisnis
Cet-1-Jakarta
Pustaka Sinar Harapan 2015
ISBN: 978-979-416-970-4